Berbicara
tentang permasalahan hidup, tidak dapat dilepaskan dengan harta, jabatan, dan
wanita. Bahkan, orang mengidentifikasikan ketiganya sebagai kesenangan dunia.
Andai saja tiga hal tersebut tidak ada dan tidak menjadi primadona hidup, maka
di satu sisi penjara-penjara akan sepi oleh penghuni dan neraka tidak dipenuhi
oleh manusia-manusia yang rakus, tamak, iri, dengki, dan bakhil terhadap
kenikmatan duniawi. Bukankah terjadi perang, pembunuhan, pemerasan,
pemerkosaan, kecurangan, penipuan, korupsi, dan berbagai fitnah karena sering
dipicu oleh tiga hal tersebut (harta, jabatan, dan pasangan hidup) ???.
Dalam
Al-Qur’an disebutkan bahwa manusia memang pada fitrahnya cenderung mencintai
lawan jenis (dalam hal ini laki-laki mencintai wanita dan wanita mencintai
lelaki), harta dan tahta (jabatan).
Allah
SWT berfirman:
Dijadikan
indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkannya berupa
perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas perak, kuda
pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan
di sisi Allah lah tempat kembali yang baik”
Bahkan
Nabi muhammad SAW menjelaskan bahwa kebanyakan manusia menginginkan lebih
banyak daripada apa yang telah diterima. Seandainya punya sepeda ia
menginginkan motor, seandainya sudah punya motor ia ingin mobil, ketika ia
sudah punya sebuah mobil ia akan menginginkan yang lebih dari itu dan
seterusnya.
Nabi
bersabda:
Seandainya
anak cucu Adam diberi sebuah lembah yang penuh dengan emas, niscaya ia masih
menginginkan yang kedua. Seandainya ia diberi dua buah lembah niscaya ia akan menginginkan yang ketiga.
Tidak ada yang dapat memenuhi perut anak cucu Adam kecuali tanah dan Allah mengampuni
orang yang bertobat kepada-Nya. (H.R Bukhari, Muslim, At-Tirmizi).
Harat
sangat memikat, wanita sangat mempesona, dan tahta sangat menggoda bagi
orang-orang yang sangat berambisi. Ketiganya dapat membawa petaka dan celaka,
tetapi juga bisa menjadi jembatan untuk menuju kepada kesejahteraan dan
kebahagiaan sejati. Tergantung bagaimana seseorang menyikapinya.
Secara
garis besar ada dua kelompok manusia dalam menyikapi kenikmatan duniawi, yaitu:
1.
Kenikmatan
dunia sebagai Ghayah (tujuan)
Yaitu mereka yang memandang dan menetapkan bahwa tujuan hidup
adalah untuk meraih sukses dunia, yang dilihat dari harta yang melimpah, istri
yang cantik dan jabatan yang tinggi. Orang-orang seperti ini memang membangun
lumbung dunianya tetapi menghancurkan akhiratnya. Seseorang jika kedua mata dan
hatinya telah terfokus dan memandang dunia sebagai satu-satunya tujuan hidup,
niscaya Allah akan memberikan balasan pekerjaannya di dunia dengan kesenangan
tetapi di akhirat ia tdk mendapatkan apa-apa kecuali neraka.
Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka pasti kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan merekan di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh sesuatu di di akhirat kecuali neraka dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang mereka kerjakan (Q.S. Hud; 15-16)
Mengingkari dan mendustakan akan
adanya kehidupan akhirat akan menjauhkan kita kepada Allah dan akan memperlebar
jalan menuju kejahatan dan kerusakan. Kebahagiaan yang diraih bagaikan
fatamorgana dan apa yang diraih merupakan kebahagiaan yang menipu.
Orang yang hatinya sudah buta
terhadap negeri akhirat sedangkan mata dan hatinya hanya terfokus kepada dunia akan
selalu mengambil jalan pintas dan menghalalkan segala cara asalkan ia
mendapatkan harta, jabatan dan kesenangan lainnya. Tak peduli didapatkan dengan
cara halal atau haram yang jelas harta dan materi ia dapatkan.
Hatinya telah diracuni oleh sifat
tamak, rakus dan serakah terhadap kekayaan harta, di satu sisi ia sangat takut
terhadap kematian. Sebab, jika kematian segera menjemputnya mereka akan
berpisah dengan harta dan jabatannya. Ia berharap dapat membeli waktu sehingga
dapat memperpanjang hidupnya dan dia akan bersenang-senang lebih lama terhadap
hartanya, akan tetapi kenyataannya yang namanya kematian tidak dapat kompromi,
kapan tiba saatnya maka tidak akan diundur walau sedetik.
2.
Kenikmatan
dunia sebagai washilah (jembatan)
Dan kelompok manusia yang kedua dalam menyikapi kehidupan dunia
yaitu menjadikan kenikmatan dunia yaitu jabatan, pasangan hidup dan harta
sebagai jembatan untuk menuju kehidupan yang hakiki di hari kemudian. Seluruh
nikmat yang diterima akan dijadikan sebagai penunjang keberhasilan ibadah dan
pengabdian kepada Allah SWT. Dunia disikapi sebagai tempat untuk ikhtiar,
menanam modal amal shalih, dan akan
selalu mendekatkan diri kepada Allah untuk meraih Ridha-Nya. Semakin kekayaan
bertambah maka kedermawanan bertambah. Semakin umur bertambah, maka semakin
rajin ia beribadah.
Adapun harta dan jabatan yang didapat di dunia haruslah disadari
bahwa itu adalah amugerah Allah SWT yang harus disyukuri. Allah berjanji bahwa
Kenikmatan yang diperoleh di dunia itu sangatlah sedikit jika dibandingkan
dengan kesenangan di akhirat.
Cara pandang seperti ini akan menjadikan sikap hidup yang tidak
malas, tidak rakus dan tidak serakah terhadap kehidupan dunia dan untuk
memulainyaa kita harus menumbuhkan sikap ikhlas, qana’ah (merasa puas),
tawakkal dan senantiasa bersyukur terhadap apa yang diberian oleh Allah Ta’ala.
Dan kita meyakini bahwa setiap amal perbuatan yang kita kerjakan
pasti akan dibalas di hari akhirat hari pembalasan. Dan jika amal perbuatan
baik kita lebih berat maka kita akan mendapat kehidupan yang memuaskan,
sebaliknya jika amal perbuatan jahat seseorang lebih berat maka neraka lah
tempat ia akan kembalikan, na’udzu billahi min dzalik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar