أهلا و سهلا

JAGALAH HATI...

Minggu, 29 Juli 2012

Dualisme Bahasa Arab (Ammiyah-Fushah)

Latar Belakang
Bahasa Arab  merupakan bahasa yang unik dan menarik. Ia juga adalah bahasa resmi bagi agama Islam. Oleh kerana itu bahasa Arab perlu diberi perhatian sewajarnya agar kesinambungan bahasa Al-Quran itu terpelihara. Al-Quran diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab padahal Al-Quran itu bukan hanya ditujukan kepada bangsa Arab saja, melainkan untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman. bahasa Arab juga merupakan bahasa perantaraan makhluk kepada Penciptanya. Contohnya ibadah seharian kita yaitu shalat, Tidak sah shalat seseorang itu jika tidak menggunakan bahasa Arab. Ini jelas menunjukkan kepada kita satu ikatan yg sangat kukuh di antara bahasa Arab dan Al-Quran yg mana tidak mungkin dijumpai pada bahasa-bahasa lain di dalam kitab suci mereka.

Apabila kita membincangkan tentang bahasa Arab, maka sudah tentu ia adalah bahasa Arab fushah (baku dan tulin). Kecintaan orang Arab akan bahasanya ini, membuat bahasa Arab begitu cepat berkembang. Namun banyak faktor lainnya yang mempengaruhi bahasa Arab berkembang sedemikian cepat, yang terpenting di antaranya adalah datangnya Islam.

Orang-orang Arab (pendatang) mulai berasimilasi dan bersosialisasi dengan pribumi karena kelompok sosial ini semakin hari semakin bercampur. Pada saat yang bersamaan, penduduk asli (pribumi) pun kemudian merasa butuh dan berkepentingan untuk mempelajari bahasa Arab yang di gunakan oleh orang-orang Arab.
Namun demikian, di dalam bahasa Arab terjadi dualisme bahasa yaitu gejala Ammiyah & Fushah yang pasti memberikan pengaruh terhadap bahasa Arab itu sendiri.


PEMBAHASAN 
Bahasa Arab fushah adalah bahasa Al-Quran, bahasa al-Turats al-Araby dan bahasa Arab yang dipergunakan untuk aktifitas resmi formal, bahasa koleksi, sya’ir maupun Nasar, dan bahasa yang dipakai pada produkproduk ilmu pengetahuan dan hasil-hasil pemikiran dan pengetahuan. Bahasa Arab fushah merupakan bahasa asal Arab yang dapat difahami oleh seluruh bangsa Arab walaupun ia berasal dari negara mana sekalipun dan bahasa inilah sebenarnya yg telah menyatukan bangsa-bangsa Arab dan seterusnya menghapuskan perselisihan yg berlaku sesama mereka.
Bahasa Arab fusha, bisa digunakan di negara manapun. Bila mana kita berbicara dengan orang Amerika, Inggris, Spanyol, Thailand atau Negara lainnya di belahan dunia ini, maka kita akan bisa saling memahami pembicaraa kalau mereka juga menggunaka Bahasa Arab fusha pula.
Jadi di sini jelas bahwa Bahasa Arab yang digunakan sekarang ini sama dengan Bahasa Arab Al-Qur’an asalkan Bahasa Arab yang digunakan itu Bahasa Arab fushah dan sesuai dengan kaidah ilmu Nahwu, Sharaf dan Balahgah.
Sedangkan bahasa Arab Ammiyah adalah bahasa yang digunakan dalam keseharian dan setidaknya non formal. Di dalam bahasa Ammiyah dikenal beberapan istilah lain yang menunjukkan ma’na Ammiyah. Pakar nahasa Arab modern menyebutkan beberapa istilah diantaranya:
·         Al-Lughah Al-Ammiyah
·         As-Syaklu Al-Lughawy Al-Darij (formasi bahasa populer)
·         Al-Lahjat Al-Sya’iah (dialek populer)
·         Al-Lughah Al-Mahkiyah (bahasa tutur)
·         Al-Lahjat Al-Arabiyyah Al-Ammiyah
·         Al-Lahjat Al-Darjiy (dialek lokal) 
Bahasa Arab Ammiyah kemudian dikenal juga dengan istilah ( اللغة الأزدواجية ) yang berarti paralelisme bahasa atau dikenal “lebillinguisme” yaitu adanya dua bahasa yang berbeda dalam individu atau masyarakat dalam waktu yang bersamaan.
Sebahagian ahli bahasa menolak istilah اللغة الأزدواجية yang digunakan kebanyakan pakar bahasa untuk menunjukkan dua formasi bahasa Arab (fushah, dan Ammiyah) karena fushah dan Ammiyah adalah dua kelompok dari satu rumpun bahasa. Perbedaan sekunder di antara keduanya hanyalah perbedaan yang bersifat primer yang mendasar. Karena menurut mereka istilah اللغة الأزدواجية yang sebenarnya adalah perbedaan dari dua kelompok bahasa yang berbeda dari dua bahasa yang berbeda, seperti bahasa perancis dan bahasa Arab atau bahasa jerman dan bahasa turki.
2.      Latar Belakang Terjadinya Dualisme Bahasa Arab
Adapun bahasa Arab pecah menjadi dua bahasa yaitu bahasa fushah dan Ammiyah ini adalah masalah yang tidak termasuk paralel, tetapi ini hanya diistilahkan dengan  الثنائية اللغوية(bahasa sekunder) yang dikenal dengan diglossie.
Banyak orang yang berkeyakinan bahwa bahasa sekunder الثنائية اللغوية sudah dikenal sejak masa jahiliyah.
Setiap kabilah Arab mempunyai dialek khusus tersendiri atau bahasa spesial untuk kabilah mereka. Di samping itu mereka juga memiliki bahasa musytarik atau bahasa bersama yang dipergunakan oleh seluruh kabilah Arab. Setiap dialek dari setiap kabilah mempunyai ciri khusus tersendiri yang hidup ditengah-tengah jazirah Arab, dan di belahan timur yang disebabkan oleh aktifitas perdagangan diantara mereka atau musim haji ataupun karena pengembaraan (nomaden dari satu tempat ke tempat yang lain).
Sarana komunikasi anggota satu kabilah menggunakan bahasa intern kabilah mereka. Tetapi komunikasi antara satu kabilah dan kabilah yang lainnya seperti ketika berpidato atau mengubah sya’ir, orang Arab menggunakan bahasa musytarak (bahasa persatuan), gejala ini berlangsung terus sampai masa-masa islam.
Adapun dualisme bahasa antara bahasa Arab fushah dan bahasa Arab Ammiyah yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah yang lahir pada saat munculnya gejala Ammiyah itu sendiri, yaitu berawal sejak masa ekspansi pertama kekuasaan islam. Di masa perluasan wilayah Islam setelah terjadi kontak dan asimilasi antara orang Arab dan non Arab (‘ajam), akan tetapi pada masa ini bahasa Ammiyah belum tampak berbeda jauh dari bahasa fushah. Akan tetapi berselang tenggang waktu yang lama, bahasa Ammiyah sudah bisa dibedakan dari bahasa fushah secara jelas karena memiliki karakteristik tersendiri baik dari segi Shouth (Fonologi) cara tuturnya, sintaksisnya maupun materi bahasa itu sendiri morfologisnya sudah berbeda jauh dengan bahasa fushah. 
Al-Jahiz mengistilahkan dengan Al-Lugah Al-Arabiyah Al-Ammiyah sebagai Lughah Muwalladin, dan Al-Lugah Al-Arabiy Al-Fashihah sebagai Lughah Baladiyyin.
3.      Gejala Dualisme pada Setiap Bahasa di Dunia
Perlu diingat bahwa dualisme bahasa Ammiyah dan Fushah, gejala ini bukan saja didapati dalam bahasa Arab saja akan tetapi dijumpai juga di bahasa-bahasa lain selain bahasa Arab. Para pakar dan ahli bahasa menegaskan bahwa gejala ini juga didapati dalam nahasa-bahasa dunia. Seorang pakar bahasa Perancis telah berhasil melakukan penelitian khusus tentang dualisme bahasa, dan sampai pada kesimpulan bahwa gejala dualisme bahasa adalah refleksi dari dualisme pemikiran dan perasaan manusia. Setiap bahasa pasti mempunyai gejala dualisme Fushah dan Ammiyah akan tetapi dualisme ini berbeda-beda tingkatannya dalam setiap bahasa.

Pendapat para ahli bahasa tentang gejala dualisme bahasa.
Ahli bahasa terbagi ke dalam dua kelompok besar dalam melihat dan meneliti gejala dualisme bahasa:
a.      Gejala dualisme bahasa adalah bukti hasil peradaban manusia, karena orang biadab yang tidak berperadaban tidak mengenal dualisme bahasa.
b.      Gejala dualisme bahasa merupakan musibah besar yang menimpa masyarakat pengguna bahasa tersebut.
Sebagai contoh seorang siswa akan menggunakan bahasa yang lain yang tidak dipergunakan di luar, ketika mereka dalam kelas. Hal ini akan membuat asing bagi mereka ketika membaca bacaan dan pelajaran mereka dengan bahasa yang mereka tidak gunakan di dalam kelas menambah mereka jauh. Sehingga untuk berbahasa  Fushah dalam kelas, menuntut mereka belajar khusus, sehingga dengan dualisme bahasa membuat kebingungan dan kehancuran dalam pikiran mereka.
4.      Pandangan orang terhadap dualisme bahasa Arab Fushah dan Ammiyah
Realitas sikap orang terhadap gejala dualisme bahasa Arab Fushah dan Ammiyah
a.       Ada sekelompok komunitas Arab menyerukan penghapusan bahasa Ammiyah Arab dan menyerukan penggunaan bahasa Fushah saja. Komunitas ini mengupayakan dalam berbagai media agar masyarakat berbahasa Arab Fushah dalam seluruh aspek kehidupannya, sehingga Fushah menjadi gejala alamiah dan watak dalam masyarakat. Jadi penggunaan bahasa Fushah tidak mengalami kesulitan lagi dalam berbahasa Fushah karena sudah menyatu dalam kehidupan keseharian mereka.
b.      Komunitas yang menuntut tidak menggunakan bahasa Ammiyah maupum Fushah tetapi menyerukan alternatif lain yaitu menggunakan bahasa asing agar lebih memudahkan mereka berinteraksi dari segi ilmu pengetahuan, budaya, ekonomi, karena menurut mereka bahasa Arab dengan kondisi sekarang tidak relevan lagi untuk dijadikan sebagai bahasa formal dan non formal.
c.       Komunitas masyarakat yang menyerukan demokrasi penggunaan bahasa yaitu dengan cara mempertemukan Fushah dan Ammiyah berdasarkan kabilah masing-masing.
d.      Komunitas yang mengatasnamakan dialek bahasa Arab persatuan dan kebersamaan. Atau bahasa Arab untuk orang-orang yang berpendidikan untuk seluruh daerah Arab, atau bahasa peradaban Arab, yaitu bahasa Arab yang menyatukan seluruh komponen budaya, sosial, politik, sejak 30 tahun terakhir, yaitu bahasa Arab yang tersebar dan dipakai para budayawan dan ulama Mesir, Iraq, Syiria, Lebanon, Palestina dan lain-lainnya, yaitu bahasa Arab yang menghimpun mereka dalam pertemuan di perguruan tianggi Arab.
e.       Komunitas yang menyerukan penggunaan bahasa Ammiyah pada tulisan ilmiah dan sastra dan seluruh sektor yang biasanya menggunakan bahasa Fushah.


5.      Faktor yang mendukung berkembangnya bahasa Arab Ammiyah
Tidak sedikit komunitas Arab yang menyerukan penggunaan bahasa Ammiyah dalam seluruh sektor aktifitas kehidupan mereka dengan alasan sebagai berikut:
a.       Bahasa Arab Fushah adalah bahasa untuk generasi tempo dulu yang sudah tidak memiliki realitas kehidupan masa kini. Menurut mereka bahasa Fushah terlalu sulit untuk dipelajari karena kesusahan gramatikanya dan morfologinya, begitu juga mufradatnya. Dibanding dengan bahasa bahasa Ammiyah yang kesannya gampang, elastis diucapkan karena tidak terikat dengan aturan gramatika, morfologi dan fleksibel dalam pengayaan kosa kata. 
b.      Mayoritas umat Islam belum menggunakan bahasa Arab Fushah baik dalam tulisan maupun lisan. Oleh karena itu, mereka tidak terlalu tertarik mempelajarinya. Adapun bahasa Al-Quran maka dia adalah spesifikasi dan spesialisasi para ulama dan ahli-ahli bahasa Arab.
c.       Bahasa Ammiyah sangat ekonomi, efisien dan efektif untuk dipelajari ketimbang bahasa Fushah.
d.      Salah satu sebab keterbelakangan mereka adalah perbedaan bahasa lisan dan bahasa tulisan yang ekspresi dalam perbedaan Ammiyah dan Fushah.

6.      Pengaruh dualisme bahasa Arab Fushah dan Ammiyah dalam masyarakat.
Dampak dualisme Ammiyah, dan Fushah Bahasa Arab dalam masyarakat menurut sosiolog Arab mempunyai dampak dampak dalam pemikiran pendidikan, kepribadian, moral dan kesenian. Pembahasan tentang dampak ini akan terlihat pada:
a.       Dampak dualisme bahasa dalam dunia pemikiran menyebabkan pemikir harus bekerja lebih keras dalam menuangkan ide pemikiran mereka, energi lebih banyak terkuras kepada bahasa yang akan digunakan ketimbang dengan konten pemikiran itu sendiri.
b.      Dampak dualisme bahasa Ammiyah, dan Fushah dalam pendidikan membuat peserta didik kesulitan dalam menimba ilmu pengetahuan karena mereka menggunakan bahasa yang berbeda dengan ilmu yang mereka geluti dengan bahasa yang mereka pakai.
c.       Dampak dualisme Ammiyah, dan Fushah dalam pembentukan jati diri dan kepribadian yaitu masyarakat trpola menjadi dua perilaku yang berbeda. Seolah-olah mereka merasakan bahasa Ammiyah adalah bahasa untuk anak-anak dan orang awam sedangkan bahasa Fushah untuk orang-orang terpelajar dan kalangan elit.
d.      Dampak dualisme Ammiyah, dan Fushah dalam moralitas adalah menjadikan manusia berperilaku ganda. Mereka berbahasa Ammiyah pada kondisi biasa dan nonformal dengan perilaku yang berbeda begitu juga menggunakan fushah dalam kondisi yang formal dengan perilaku yang berbeda pula.
e.       Dampak dualisme Ammiyah, dan Fushah pada karya-karya seni. Dempak ini terlihat dalam bahasa-bahasa sinetron yang cenderung menggunakan bahasa Ammiyah tetapi sinetron agama menggunakan bahasa Fushah, sehingga ada dikotomi dalam produk hasil karya seni yang berkualita

Minggu, 15 Juli 2012

Sampai Kapan Kelalaian ini Berakhir


Sesungguhnya ghaflah (lalai, terlena) adalah racun yang sangat mematikan, dan penyakit yang sangat berbahaya, yang dapat menguasai hati, merasuk mencengkram jiwa, serta menawan/melumpuhkan angota badan.

Saat ini kebanyakan manusia hidup dalam kelalaian yang nyata dari (mengingat) Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kampung akhirat. Dunia dan seluruh perhiasannya telah menjebak mereka, angan-angan tak karuan sudah menipunya, dan mereka telah disetir oleh keinginan-keinginan jelek, setan serta hawa nafsu yang selalu menyuruh kepada perbuatan tercela, namun dengan ini semua mereka masih mengira bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya perbuatan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya)." (Al Anbiyaa' :1)

Mayoritas manusia dalam keadaan lalai

Al Imam Ibnu Al Qayyim rahimahullah berkata: Dan barangsiapa memperhatikan keadaan manusia, maka dia pasti dapatkan mereka seluruhnya –kecuali sedikit saja- merupakan golongan orang-orang yang hatinya lalai dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta'ala, mereka mengikuti hawa nafsunya, sehingga urusan-urusan dan kepentingan mereka terabaikan, yaitu mereka kurang perhatian terhadap hal-hal yang mendatangkan manfaat dan membawa kemashlahatan baginya, sedang mereka menyibukan diri dengan hal-hal yang sama sekali tidak bermanfaat baginya, bahkan justru mendatangkan malapetaka bagi mereka, baik sekarang maupun di masa mendatang.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman-walaupun kamu sangat menginginkannya." (Yusuf: 103)
Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala, artinya: "Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Al An'am : 116)
Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala, artinya: "Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (Yunus : 92)

Namun apakah lalainya kebanyakan manusia dari Allah dan dari hari kemudian itu merupakan hujjah bagi orang-orang yang lengah dan suka main-main ? Sama sekali tidak…..Itu bukan hujjah bagi mereka, bahkan menjadi hujjah atas mereka, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengutus para Rasul, mereka mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala saja yang tidak ada sekutu baginya, dan meninggalkan jalan-jalan kelengahan dan kesesatan, begitu juga Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan kitab-kitab yang di dalamnya mengandung peringatan dari sikap lalai dan semua pintu-pintunya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hati-mu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai ." (Al Araf : 205)

Al Imam Abu Muhammad Al Qushariy berkata : Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'ala telah melarang manusia berbuat lalai, dan Dia telah memerintahkan agar selalu mengingat-Nya setiap saat, Dia berfirman, artinya: "Berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah dzikir yang sebanyak-banyaknya." (Qs: Al-Ahzab: 41)
Dan berfirman, artinya: "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring" (Qs: Ali Imran: 191)

Siksa bagi orang yang lalai

Orang-orang yang lalai mendapatkan sangsi di dunia dan sangsi di akhirat:
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang ummat Nabi Musa as tatkala mereka mendustakan dan menyakitinya, artinya: "Kemudian Kami menghukum mereka, maka Kami tenggalamkan mereka di laut disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami itu." (Qs: Al-A'raf: 136)

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan neraka Jahannam yaitu tempat siksaan di akhirat sebagai tempat kembali dan tempat tinggal bagi orang-orang yang lalai, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman, artinya: "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manuia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunaknnya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (Qs: Al-A'raf:179)

Ayat ini menjelaskan bahwa tempat akhir orang-orang yang lalai adalah Jahannam disebabkan mereka memiliki hati, namun hatinya sangat keras, tidak pernah tersentuh dan terenyuh, serta tidak tergerak sedikitpun dengan mau'idhah (wejangan), dia bagaikan batu, bahkan lebih keras.

Mereka memiliki mata yang mampu melihat pemandangan dhahir (luar) segala sesuatu, namun tidak mampu melihat dengannya hakikat segala urusan, dan tidak mampu dengannya membedakan antara yang bermanfaat dengan yang membahayakan.

Dan mereka memiliki telinga yang dengannya mereka mendengarkan suara-suara kebatilan, seperti dusta, nyanyian, kata-kata kotor, ghibah, dan namimah, dan mereka tidak mengambil manfaat dengannya dalam mendengarkan hal yang benar dan jujur yang berupa kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sunnah Rasul-Nya Shallallaahu alaihi wa Sallam.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami. Mereka itu tempatnya ialah neraka disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan." (Yunus : 7-8)
Dan Dia Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang adzab orang-orang yang lalai di Jahannam, "Dan telah dekat kedatangan janji yang benar (hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang kafir. (Mereka berkata), "Aduhai, celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang dzalim. Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya." ( Al Anbiya : 97-98)

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga memberitahukan bahwa kelalaian itu bila telah menguasai hati menyebabkan seseorang ridla dengan kekufuran, dadanya merasa tenteram dengannya, pintu-pintu hidayah tertutup, dan terkuncilah hati itu, wal 'iyadzu billah, sehingga taubat dan hidayah sangat sulit tercapai, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasannyAllah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran, dan penglihatan-nya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai." (An Nahl :106-108)

Lalai sebab segala kejelekan

Al Imam Ibnu Al Qayyim berkata : Dan lalai dari (mengingat) Allah Subhanahu wa Ta'ala dan hari kemudian bila berpasangan dengan mengikuti hawa nafsu maka terlahirlah dari keduanya segala macam keburukan, dan umumnya bergabung antara keduanya dan tidak pernah terpisahkan.
Barang siapa memperhatikan kerusakan situasi alam ini, secara umum maupun khusus maka dia bakal mendapatkannya sebagai akibat dari kedua hal ini.

Kelalaian menjadi penghalang antara seseorang dengan kemampuan memandang kebenaran, mengetahuinya, dan memahaminya, sehingga ia termasuk dalam jajaran orang-orang yang sesat.

Tanda-tanda lalai

Saudaraku tercinta, lalai itu memiliki banyak tanda, dikala kita melihat salah satunya ada dalam diri kita, maka ketahuilah sesungguhnya kita dalam bahaya, cepatlah koreksi diri, kejarlah ketinggalan, dan mulailah menanggulangi tanda-tanda ini dengan cara-cara yang disyari'atkan agar kita mampu melepaskan diri dari cengkaramannya sepanjang masa. Dan di antara-tanda itu adalah :
·         Menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan inilah fenomena kelalaian yang paling besar.
·         Kufur, fasiq, dan nifaq.
·         Melakukan perbuatan-perbuatan keji, seperti zina, sodomi, minum-minuman keras, dan lain sebagainya.
·         Menyia-nyiakan shalat, dan menye-pelekan waktu-waktunya, serta (meninggalkan)mendirikannya secara berjamaah di mesjid.
·         Sedikit mengingat Allah Subhanahu wa Ta'ala.
·         Sedikit membaca Al Qur'an.
·         Meninggalkan berdoa, dan berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
·         Mencintai dunia, dan menyibukan diri untuk mengumpulkannya dengan berbagai cara.
·         Tasyabbuh (menyerupai) dengan musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik dalam hal pakaian, cara hidup, dan penampilan.
·         Berteman dengan orang-orang jahat, dan orang yang tidak mau mengingatkannya kepada Allah.
·         Menyia-nyiakan waktu dalam hal yang bukan termasuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
·         Terlalu banyak makan, minum, tidur, dan bergaul, karena itu semua menyebabkan rusaknya hati dan malasnya anggota badan dari melaksanakan berbagai macam ketaatan.
·         Mendengarkan lagu-lagu, dan menonton siaran parabola yang beracun.
·         Tidak hati-hati dalam segala hal yang berkaitan dengan halal dan haram.
·         Melanggar keharaman-keharaman yang nampak, seperti mempergunakan narkoba, merokok, laki-laki mengisbalkan pakaiannya dan mencukur jenggot, wanita ber-tabarruj dan keluar dengan bersolek serta memakai wangi-wangian, dan lain sebagainya.

Rabu, 11 Juli 2012

3 Hal yang Menyelamatkan & 3 Hal yang Membinasakan


Dalam Al Musnad dijelaskan bahwa Anas Radhiallahu ‘Anhu berkata Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Ada tiga perkara yg mem-binasakan dan tiga perkara lain yg menyelamatkan. Adapun yg membi-nasakan yaitu; kikir yg dituruti, hawa nafsu yg diikuti dan ‘ujub terhadap diri sendiri. Sedangkan yg menyelamatkan yaitu bertakwa kepada Allah baik dalam keadaan rahasia atau terang-terangan adil ketika marah atau ridha dan berlaku sederhana baik ketika miskin atau kaya.”

3 Hal yang menyelamatkan kita;

1. Bertaqwa kepada Allah baik dalam sendiri maupun terang-terangan, taqwa secara sederhana diartikan takut kepada Allah dengan melaksanana perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Dengan takwa yang kita miliki kita sentiasa memelihara dan membentengi diri dari larangan Allah sehingga kita akan terhindar dari murka Allah SWT,
Dalam sebuah hadits dikatakan “bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada” karena kenyataannya, banyak umat islam yang mengerjakan perintah Allah jika di sekitarnya banyak orang dan kembali bermaksiat dan melanggar aturan agama kalau tidak ada orang yang melihatnya. Dan orang selamat yang dimaksudkan adalah seorang muslim yang bertaqwa kepada Allah, menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dimanapun ia berada dan bagaimanapun keadaannya.
2. Bersikap adil. Kata adil berasal dari bahasa Arab yang berarti jujur, lurus, dan tulus. Dengan demikian, orang yang adil selalu bersikap jujur. Menjadi seorang pemimpin, jadilah pemimpin yang adil kepada rakyatnya.  Menjadi orang tua jadilah orang tua yang adil kepada anak-anaknya,  dan seterusnya. Mengapa Islam menganggap sikap adil itu penting? Karena Salah satu tujuan utama Islam adalah membentuk masyarakat yang baik. Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa seorang muslim yang berperilaku adil akan selamat di dunia dan di akhirat dan memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan manusia dan Tuhan-nya. Karena, sifat dan perilaku adil merupakan salah satu perintah Allah.

3. Bersikap sederhana. Nabi Muhammad Rasulullah saw yang merupakan panutan kita selama hidupnya adalah seorang yang sederhana. Meskipun memiliki kekuasaan yang besar, ia sama sekali tidak menginginkan untuk memiliki harta yang berlimpah.
Dalam kehidupan sekarang ini, sedikit sekali orang yang mau bersikap sederhana. Banyak orang berlomba-lomba memamerkan harta yang ia miliki dan cenderung bersikap berlebihan. Banyak orang merasa tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka miliki. Mereka berlomba-lomba menumpuk harta dan kekayaan.
Padahal kenyataannya, sikap sederhana adalah merasa cukup terhadap apa yang telah diberikan dan tidak berlebih-lebihan dalam menumpuk harta.

 
3 Hal yang membinasakan;
1. Kekikiran yang dipatuhi, sifat kikir merupakan salah satu akhlak tercela yang banyak dimiliki orang lain, Bakhil alias Kikir adalah satu penyakit hati karena terlalu cinta pada harta yang ia usahakan sehingga ia tidak mau lagi bersedekah.
Padahal pada hakekatnya segala harta kita termasuk diri kita pun adalah milik Allah SWT. Saat kita lahir kita tidak punya apa-apa. Telanjang tanpa busana. Saat mati pun kita tidak membawa apa-apa kecuali beberapa helai kain yang segera membusuk bersama kita.
Dan Sesungguhnya harta yang kita simpan, harta yang kita pakai untuk hidup bermegah-megahan seperti beli mobil dan rumah mewah itu bukanlah harta kita yang sejati. Saat kita mati harta yang kita banggakan itu tidak akan ada gunanya bagi kita.

“Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa” [Al Lail 8-11]

Yang justru jadi harta yang bermanfaat bagi kita di akhirat nanti adalah harta yang kita sedekahkan di jalan Allah. Harta tersebut akan jadi pahala yang mengalir terus-menerus balasannya adalah istana surga yang luasnya seluas langit dan bumi.

2. Hawa nafsu yang dituruti, hawa nafsu merupakan keinginan yang muncul dari dalam hati setiap manusia, Memperturuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Hawa nafsu merupakan perkara yang tidak ada habis-habisnya, misalnya seseorang yang mendambakan sebuah motor, setelah mempunyai motor ia akan menginginkan mobil, dapat 1 mobil mau menambah mobil yang lebih mewah lagi dan seterusnya. Oleh karena itu keinginan yang terus-terus dituruti akan menyebabkan kita termasuk orang-orang yang rugi di dunia terlebih di akhirat. Islam mengajarkan kita untuk dapat mengendalikan hawa nafsu dan beruntunglah orang yang dapat mengendalikan hawa nafsunya, dan Allah menjanjikan orang yang takut kepada Allah dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya bahwa disediakan syurga yang menjadi tempat tinggalnya di akhirat kelak.

dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).

Dan puasa merupakan salah satu cara untuk mengendalikan hawa nafsu. Oleh karena itu marilah kita memperbaiki kualitas ibadah puasa kita agar kelak termasuk orang yang beruntung yang dapat mengendalikan hawa nafsu kita.

3. Bangga atas diri sendiri/ ujub
Ujub adalah sifat seseorang dimana ia merasa dirinya lebih baik dan ia bangga dan meremehkan orang lain. sifat ini banyak macamnya antara lain;
a.Bangga dengan fisiknya, yaitu dengan merasa dirinya lebih baik, lebih cantik, lebih segala-segalanya, padahal kecantikan itu merupakan anugerah pemberian dari Allah dan kecantikan manusia itu tidak bertahan lama, pasti akan memudar seiring usianya yang bertambah tua. Marilah kita tengok ibu-ibu yang sudah tua bandingkan ketika ia masih muda dulu, tentunya kecantikannya sudah jauh berbeda karena sesungguhnya kecantikan fisik tidak akan bertahan lama, makanya jangan terlalu bangga dengan wajah dan rupa yang cantik.
b.Bangga dengan kekuatannya, yaitu dengan merasa diri lebih kuat, padahal kalau kita berpikir lebih dalam, manusia itu adalah mahluk yang sangat lemah.
c.Bangga dengan hartanya, yaitu dengan merasa dirinya lebih kaya, inilah yang berbahaya  Karena sejatinya harta yang kita miliki merupakan hanya titipan dari Allah maka janganlah kita terlalu bangga atas harta tersebut.
Salah satu nasehat hidup dikatakan;
janganlah bangga dengan kecantikan dan ketampanan, karena pada akhirnya kita akan menjadi mayat yang membusuk
jangan bangga dengan titel dan jabatan karena titel kita yang terakhir adalah almarhum
janganlah bangga dengan pakaian yang mewah karena pakaian terakhir adalah kain kafan
jangan bangga dengan kendaraan yang kita miliki karena kendaraan terakhir adalah keranda
jangan bangga dengan rumah yang mewah karena rumah terakhir adalah kuburan yang sempit dan sepi.

Angkuh

Sombong atau yang sering kita kenal dengan istilah kibr, takabur dan istikbar, ketiganya hampir semakna, merupakan suatu kondisi seseorang di mana ia merasa lain dari yang lain (dengan keadaan tersebut) sebagai pengaruh i’jab (kebanggaan) terhadap diri sendiri, yaitu dengan adanya anggapan atau perasaan, bahwa dirinya lebih tinggi dan besar daripada selainnya.

Maka tidak akan berlaku sombong, kecuali orang yang merasa dirinya besar dan tinggi, dan ia tidak merasa tinggi atau besar, kecuali karena adanya keyakinan, bahwa dirinya memiliki keunggulan, kelebihan dan kesempur-naan yang dengannya ia menganggap berbeda dengan orang lain.

Ada beberapa sebab yang mendorong seseorang menganggap dirinya lebih unggul daripada orang lain, sehingga melahirkan kesombongan dalam jiwa, yaitu:

1. Sombong dengan Ilmu

Ada sebagian thalib ilmu atau orang yang diberi pengetahuan oleh Allah, namun malah justru menjadikan dirinya sombong. Ia merasakan dirinyalah yang paling pandai (alim), menganggap rendah orang lain, menganggap bodoh mereka dan selalu ingin agar dirinya mendapatkan penghormatan, pelayanan dan fasilitas khusus dari mereka. Dia memandang, bahwa dirinya lebih mulia, tinggi dan utama di sisi Allah daripada mereka.

Ada dua faktor yang menyebabkan seseorang menjadi sombong dengan ilmunya:

Pertama, Ia mencurahkan perhatian terhadap apa yang ia anggap sebagai ilmu, padahal hakikatnya ia bukanlah ilmu. Ia tak lebih sebagai data atau informasi yang direkam dalam otak yang tidak memberikan buah dan hasil, karena ilmu yang sesungguhnya akan semakin membuat ia kenal siapa dirinya dan siapa Rabbnya. Ilmu yang hakiki akan melahirkan sikap khosyah (takut kepada Allah) dan tawadhu’ (rendah hati), bukan sombong, sebagai-mana firman Allah Subhannahu wa Ta'ala ,
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Faathir : 28)

Ke dua, Al-khoudl fil ilm yaitu belajar dengan tujuan agar dapat berbicara banyak, berdebat dan menjatuhkan orang dengan kepiawaian yang dimilikinya, sehingga orang menilainya sebagai orang alim yang tak terkalahkan ilmu-nya. Selayaknya ia lebih dahulu memperbaiki hati dan jiwanya, membersihkan dan menatanya, sehingga tujuan dalam mencari ilmu menjadi benar dan lurus. Karena merupakan karakteristik khas dari ilmu, bahwasanya ia menjadikan pemiliknya bertambah takut kepada Allah dan tawadhu’ terhadap sesama manusia. Ibarat pohon tatkala banyak buahnya, maka ia semakin merunduk dan merendah, sehingga orang akan dengan lebih mudah mendapatkan kebaikan dan manfaat darinya.

Orang, apabila telah hobi mengumbar omongan, bantah-bantahan dan debat kusir, maka ilmunya justru akan melemparkannya kepada kedudukan yang rendah dan pengetahuan yang dimilikinya tidak akan membuahkan hasil yang baik, sehingga keberkahan ilmu tidak tampak sama sekali.

2. Sombong dengan Amal Ibadah

Kesombongan ahli ibadah dari segi keduniaan adalah ia menghendaki,atau paling tidak membuat kesan, agar orang lain menganggapnya sebagai orang yang zuhud, wara’, taqwa dan paling mulia di hadapan manusia. Sedangkan dari segi agama adalah ia memandang, bahwa orang lain akan masuk neraka, sedang dia selamat darinya.

Sebagian ahli ibadah apabila ada orang lain yang membuatnya jengkel atau merendahkannya, maka terkadang mengeluarkan ucapan, “Allah tidak akan mengampunimu atau, “Kamu pasti masuk neraka” dan yang sejenisnya. Padahal ucapan-ucapan tersebut dimurkai Allah, yang justru dapat menjerumuskannya ke dalam neraka.

3. Sombong dengan Keturunan (Nasab)

Barangsiapa yang mendapati kesombongan dalam hati karena nasabnya, maka hendaknya ia segera mengobati hatinya itu.
Jika seseorang akan mencari nasabnya, maka perhatikan firman Allah berikut ini,
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).” (QS. 32:7-8)

Inilah nasab manusia yang sebe-narnya, kakeknya yang terjauh adalah tanah, dan nasabnya yang terdekat adalah nuthfah alias air mani. Jika demikian keadaannya, maka tak selayaknya seseorang sombong dan merasa tinggi dengan nasabnya.

4. Sombong dengan Kecantikan/Ketampanan

Kesombongan seperti ini banyak terjadi di kalangan para wanita, yaitu dengan menyebut-nyebut kekurangan orang lain, menggunjing dan membicarakan aib sesama.
Seharusnya orang yang sombong dengan kecantikannya ini banyak menengok ke dalam hatinya. Untuk apa anggota tubuh yang indah, namun hati dan perangai buruk, padahal tubuh secantik apa pun pasti akan binasa, hancur dan hilang tak tersisa.

Belum lagi kalau orang mau merenungi, bahwa selagi masih hidup, maka mungkin saja Allah berkehendak untuk mengubah kecantikan atau ketampanannya, misalnya dengan mengalami kecelakaan, sakit kulit, kebakaran dan lain sebagainya, yang dapat menjadikan rupa yang cantik menjadi buruk. Maka dengan kesadaran seperti ini, insya Allah rasa sombong yang ada dalam hati akan terkikis dan bahkan tercabut hingga ke akar-akarnya.

5. Sombong dengan Harta

Yaitu dengan memandang rendah orang fakir dan bersikap congkak terhadap mereka. Ini disebabkan harta yang dimilikinya, perusahaan-perusahaan yang banyak, tanah dan bangunan, kendaraan mewah, perhiasan dan lain sebagainya. Kesombongan karena harta termasuk kesombongan karena faktor luar, dalam arti bukan merupa-kan potensi pribadi orang yang bersang-kutan. Berbeda dengan ilmu, amal, kecantikan atau nasab, sehingga apabila harta itu hilang, maka ia akan menjadi hina sehina-hinanya.

6. Sombong dengan Kekuatan dan Kegagahan

Orang yang mendapatkan karunia seperti ini hendaknya menyadari, bahwa kekuatan adalah milik Allah seluruhnya. Hendaknya selalu ingat, bahwa dengan sedikit sakit saja akan membuat badan tidak enak, istirahat tidak tenang. Kalau Allah menghendaki, seekor nyamuk pun dapat membuat seseorang sakit dan bahkan hingga menemui ajalnya.

Orang yang mau memikirkan ini semua, yaitu sakit dan kematian yang bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja, maka sudah sepantasanya tidak angkuh dan takabur dengan kekuatan dan kesehatan badannya.

7. Sombong dengan Banyaknya Keluarga, Kerabat atau Pengikut.

Kesombongan jenis ini juga merupakan kesombongan yang disebabkan faktor luar, bukan karena kelebihan yang dimiliki oleh yang bersangkutan. Dan setiap orang yang sombong karena sesuatu yang bukan dari kelebihan dan keunggulan dirinya sendiri, maka dia adalah sebodoh-bodoh manusia. Bagai-mana mungkin ia sombong dengan sesuatu yang bukan merupakan kelebih-an dirinya?

PENGARUH KESOMBONGAN

Kesombongan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan, dan pengaruh-pengaruh tersebut tampak dalam gerak-gerik anggota badan, cara berjalan, berdiri, duduk, berbicara dan diamnya seseorang.

Di antara pengaruh-pengaruh yang tampak dari sikap kesombongan adalah:
·         Orang yang sombong kalau toh mau berjalan bersama-sama orang lain, maka ia selalu minta paling depan dan semua orang harus ada di belakangnya. Konon Abdur Rahman bin Aufz, kalau sedang berjalan bersama para pembantunya, maka tidak ketahuan ada disebe-lah mana, ia tidak pernah menonjolkan diri harus berada paling depan supaya semua orang melihatnya.
·         Orang sombong jika berada di suatu majlis, biasanya minta diistimewakan, diperlakukan lain daripada yang lain. Kemudian ia akan sangat senang kalau semua orang mendengarkan yang ia katakan dan sangat benci kalau ada orang lain mengalihkan pembicaraan kepada selainnya. Maunya semua orang harus membenarkan dan menerima apa yang ia katakan.
·         Termasuk pengaruh sifat sombong adalah memalingkan muka dari sesama muslim, atau melihat dengan pandangan sinis dan merendahkan.
·         Kesombongan juga berpengaruh bagi seseorang dalam ucapan, gaya bicara dan nada intonasinya. Bahkan terkadang mencerminkan ketidaksopanan, misalnya seorang murid atau mahasiswa menghardik gurunya, karena ia merasa anak seorang pejabat atau tokoh.
·         Kesombongan juga akan mempe-ngaruhi gaya jalan seseorang, misalnya sambil membusungkan dadanya, atau berjalan dengan dibuat-buat agar menarik perhatian orang lain. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman,
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. 17:37)
·         Kesombongan juga berpengaruh di dalam kehidupan rumah tangga. Biasanya orang yang dalam hatinya ada kesombongan akan enggan mengerjakan pekerjaan rumah, walau hanya sepele. Hal ini berbeda dengan sikap tawadhu’ yang diajarkan oleh Rasulullah Salallahu alaihi wa salam. Aisyah radiallahuanha meriwayatkan, bahwa Rasul Allah Subhannahu wa Ta'ala biasa membantu istri beliau.
·         Merupakan pengaruh kesombongan juga, bahwasanya ia membuat seseorang enggan membawakan barang atau sesuatu ke rumahnya, meskipun bukan hal yang berat, misalnya saja barang belanjaan. Alizberkata, “Seseorang tidak akan berkurang kesempurnaannya dengan membawakan sesuatu untuk keluarganya.”
·         Kesombongan juga mempengaruhi gaya berpakaian seseorang, yaitu ia berpakaian dengan tujuan pamer dan supaya terkenal, atau dengan pakaian yang melanggar ketentuan syar’i, seperti isbal (memanjangkan celana di bawah mata kaki) bagi laki-laki.
·         Orang yang sombong biasanya sangat senang apabila ia datang, lalu orang-orang berdiri untuk menghormat-nya. Padahal para shahabat apabila datang Rasulullahsaw kepada mereka, maka mereka tidak berdiri untuk beliau, hal ini dikarenakan mereka tahu, bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam membenci hal itu.
·         Orang yang dalam hatinya ada kesombongan tidak akan mau mengunjungi orang lain, tidak mau mengucapkan salam lebih dahulu, minta supaya diprioritaskan dan tidak mau mendahulukan kepentingan orang lain.
·         Kesombongan juga akan mengakibatkan seseorang tidak memandang adanya hak orang lain pada dirinya. Sementara itu ia beranggapan, bahwa ia memiliki hak yang banyak atas selainnya.

Minggu, 08 Juli 2012

Dunia


Berbicara tentang permasalahan hidup, tidak dapat dilepaskan dengan harta, jabatan, dan wanita. Bahkan, orang mengidentifikasikan ketiganya sebagai kesenangan dunia. Andai saja tiga hal tersebut tidak ada dan tidak menjadi primadona hidup, maka di satu sisi penjara-penjara akan sepi oleh penghuni dan neraka tidak dipenuhi oleh manusia-manusia yang rakus, tamak, iri, dengki, dan bakhil terhadap kenikmatan duniawi. Bukankah terjadi perang, pembunuhan, pemerasan, pemerkosaan, kecurangan, penipuan, korupsi, dan berbagai fitnah karena sering dipicu oleh tiga hal tersebut (harta, jabatan, dan pasangan hidup) ???.
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa manusia memang pada fitrahnya cenderung mencintai lawan jenis (dalam hal ini laki-laki mencintai wanita dan wanita mencintai lelaki), harta dan tahta (jabatan).
Allah SWT berfirman:

Dijadikan indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkannya berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik”
Bahkan Nabi muhammad SAW menjelaskan bahwa kebanyakan manusia menginginkan lebih banyak daripada apa yang telah diterima. Seandainya punya sepeda ia menginginkan motor, seandainya sudah punya motor ia ingin mobil, ketika ia sudah punya sebuah mobil ia akan menginginkan yang lebih dari itu dan seterusnya.
Nabi bersabda:
Seandainya anak cucu Adam diberi sebuah lembah yang penuh dengan emas, niscaya ia masih menginginkan yang kedua. Seandainya ia diberi dua buah lembah  niscaya ia akan menginginkan yang ketiga. Tidak ada yang dapat memenuhi perut anak cucu Adam kecuali tanah dan Allah mengampuni orang yang bertobat kepada-Nya. (H.R Bukhari, Muslim, At-Tirmizi).
Harat sangat memikat, wanita sangat mempesona, dan tahta sangat menggoda bagi orang-orang yang sangat berambisi. Ketiganya dapat membawa petaka dan celaka, tetapi juga bisa menjadi jembatan untuk menuju kepada kesejahteraan dan kebahagiaan sejati. Tergantung bagaimana seseorang menyikapinya.
Secara garis besar ada dua kelompok manusia dalam menyikapi kenikmatan duniawi, yaitu:
1.      Kenikmatan dunia sebagai Ghayah (tujuan)
Yaitu mereka yang memandang dan menetapkan bahwa tujuan hidup adalah untuk meraih sukses dunia, yang dilihat dari harta yang melimpah, istri yang cantik dan jabatan yang tinggi. Orang-orang seperti ini memang membangun lumbung dunianya tetapi menghancurkan akhiratnya. Seseorang jika kedua mata dan hatinya telah terfokus dan memandang dunia sebagai satu-satunya tujuan hidup, niscaya Allah akan memberikan balasan pekerjaannya di dunia dengan kesenangan tetapi di akhirat ia tdk mendapatkan apa-apa kecuali neraka.

Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka pasti kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan merekan di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh sesuatu di di akhirat kecuali neraka dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang mereka kerjakan (Q.S. Hud; 15-16)
Mengingkari dan mendustakan akan adanya kehidupan akhirat akan menjauhkan kita kepada Allah dan akan memperlebar jalan menuju kejahatan dan kerusakan. Kebahagiaan yang diraih bagaikan fatamorgana dan apa yang diraih merupakan kebahagiaan yang menipu.
Orang yang hatinya sudah buta terhadap negeri akhirat sedangkan mata dan hatinya hanya terfokus kepada dunia akan selalu mengambil jalan pintas dan menghalalkan segala cara asalkan ia mendapatkan harta, jabatan dan kesenangan lainnya. Tak peduli didapatkan dengan cara halal atau haram yang jelas harta dan materi ia dapatkan.
Hatinya telah diracuni oleh sifat tamak, rakus dan serakah terhadap kekayaan harta, di satu sisi ia sangat takut terhadap kematian. Sebab, jika kematian segera menjemputnya mereka akan berpisah dengan harta dan jabatannya. Ia berharap dapat membeli waktu sehingga dapat memperpanjang hidupnya dan dia akan bersenang-senang lebih lama terhadap hartanya, akan tetapi kenyataannya yang namanya kematian tidak dapat kompromi, kapan tiba saatnya maka tidak akan diundur walau sedetik.
2.      Kenikmatan dunia sebagai washilah (jembatan)
Dan kelompok manusia yang kedua dalam menyikapi kehidupan dunia yaitu menjadikan kenikmatan dunia yaitu jabatan, pasangan hidup dan harta sebagai jembatan untuk menuju kehidupan yang hakiki di hari kemudian. Seluruh nikmat yang diterima akan dijadikan sebagai penunjang keberhasilan ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT. Dunia disikapi sebagai tempat untuk ikhtiar, menanam modal amal shalih,  dan akan selalu mendekatkan diri kepada Allah untuk meraih Ridha-Nya. Semakin kekayaan bertambah maka kedermawanan bertambah. Semakin umur bertambah, maka semakin rajin ia beribadah.
Adapun harta dan jabatan yang didapat di dunia haruslah disadari bahwa itu adalah amugerah Allah SWT yang harus disyukuri. Allah berjanji bahwa Kenikmatan yang diperoleh di dunia itu sangatlah sedikit jika dibandingkan dengan kesenangan di akhirat.
Cara pandang seperti ini akan menjadikan sikap hidup yang tidak malas, tidak rakus dan tidak serakah terhadap kehidupan dunia dan untuk memulainyaa kita harus menumbuhkan sikap ikhlas, qana’ah (merasa puas), tawakkal dan senantiasa bersyukur terhadap apa yang diberian oleh Allah Ta’ala.
Dan kita meyakini bahwa setiap amal perbuatan yang kita kerjakan pasti akan dibalas di hari akhirat hari pembalasan. Dan jika amal perbuatan baik kita lebih berat maka kita akan mendapat kehidupan yang memuaskan, sebaliknya jika amal perbuatan jahat seseorang lebih berat maka neraka lah tempat ia akan kembalikan, na’udzu billahi min dzalik.